Selasa, 15 Maret 2016

Pada satu malam.

Sedang rintik hujan di luar sana
Mengajak menutup mata
Bergerumul dalam selimut
Membawakan cerita sendu
Lalu murung tiba-tiba

Sedang memeluk diri tangan ini
Menolak untuk mendayu
Namun kepala menunduk menolak cahaya
Mengetuk sebagian pikiran
Lalu resah tiba-tiba

Sedang apa semesta saat ini
Waktunya tak melambat
Mengajaknya berlari
Mengadahkan kepala menengok jalan
Lalu tersentak tiba-tiba

Mana yang membara,
mana,
yang membakar raup nyala dalam diri,
sekarang hangus habis,
dimakan kekosongan.

Selasa, 08 Maret 2016

Teruntuk, Perempuan.



Dia, seorang perempuan.
Yang sosoknya kau lihat lembut.
Tapi ternyata bekerja lebih keras dari yang kamu kira.

Dia, kakak saya.
Yang merupakan salah satu contoh perempuan saat ini.
Tapi juga seorang ibu, istri, dan anak yang memiliki tanggung jawab.

Selamat hari perempuan internasional untuk seluruh perempuan di dunia,
tetap tengadahkan kepalamu,
berkarya dengan tanganmu,
dan tersenyum di dua sudut bibirmu.

Dunia menantikanmu.

Kamis, 11 Februari 2016

Dibalik Putihmu.

Beberapa waktu yang lalu, saya merasa 'ditelanjangi'. Bukan telanjang dengan maksud sebenarnya, tapi memang itu yang saya rasakan ketika secara tidak sadar saya membuka diri saya pada salah seorang teman. Sampai akhirnya saya dibuatkan sebuah kesimpulan yang membuat saya tertegun lalu mengangguk. Minggu ini pun, saya disuguhi 'adegan telanjang' yang sama. Kali ini kedua teman saya yang bercerita, bedanya, bercerita dengan sadarnya.

Saya dibuat tertegun oleh cerita mereka. Ketika mereka selesai, saya tahu mereka akan merasa malu. Karena itu yang saya rasakan sebelumnya. Malu, karena sadar betapa buruk dan tidak sempurnanya saya sebagai seorang manusia.

Untuk sekian waktu, menurut saya hal yang paling menakutkan adalah ditinggalkan oleh orang-orang yang saya sayangi. Ternyata untuk lingkup yang lebih dekat, ternyata ada hal yang lebih menakutkan, yang terkadang kita sisihkan karena merasa bukan hal yang penting untuk dipikirkan. Karena mungkin orang-orang di sekitar kita sudah terbiasa dengan 'aku' yang seperti ini. Atau mungkin 'aku' itu tidak repot-repot keluar dari dalam diri.

Adalah, mengaku pada diri sendiri.

Mengaku akan kelemahan, keburukan, apapun itu yang diam-diam kita singkirkan dari benak. Bukan maksud saya untuk mengatakan bahwa kita harus mengaku sebagai orang yang tidak pantas, lantas menjadi seorang yang pesimis. Tapi kadang kita harus ditampar sesekali untuk sadar diri. 

Kadang memalukan untuk mengakuinya pada diri sendiri. Juga lebih memalukan lagi untuk mengatakannya pada orang lain. Tapi bukan dibuat untuk terpaku padanya. Namun dibuat bersyukur untuk diingatkan. Bersyukur untuk ditemani orang-orang yang menyayangimu dengan jujur. Karena di balik malumu, ada rasa bahagia untuk bisa menjadi jujur.

Kosong yang melegakan.