Tampilkan postingan dengan label #karamel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #karamel. Tampilkan semua postingan

Jumat, 02 Maret 2012

Kembali.

Mikaela.

Sosok didepanku begitu menawan, dengan sepasang mata cokelatnya yang indah, yang membuatku tertahan begitu lama didepannya. Seperti tersihir. Magnet. Atau apapun itu namanya--daridulu, sampai saat ini. Dulu egoku kuat, bahwa aku ingin memiliki dia. Bagaimanapun caranya.

Senin, 22 Agustus 2011

Lembar yang Terbuka

Tanganku merah.

Entah apa yang membuatnya begitu perih, sehingga aku tak kuat lagi memaksakan tanganku untuk bekerja. Tumpukan dus yang terlihat berantakan sekarang menjadi pemandangan disekitar apartemenku. Sumpek, rasanya pengap. Seakan paru-paruku dimasuki oleh beribu kapuk tak terlihat dan menutup mulutku dengan sapu tangan berbau apek.

Tidak betah sekali rasanya.

Aku membiarkan barang-barang tergelak begitu saja. Rasa-rasanya sudah tidak ada niatan sama sekali untuk membereskannya, walaupun aku tahu waktuku tinggal sedikit. Tapi aku juga butuh waktu yang sedikit untuk bernapas dengan layak.

Aku mendongakkan kepalaku keluar jendela. Pemandangan dibawahku memang tidak membuat paru-paruku terasa lebih baik--dengan kemacetan dan segala keruwetan jalanan--tapi ini semua terlihat lebih menyenangkan dibanding tumpukan benda persegi cokelat yang baunya tidak karu-karuan disekitar apartemen. 

Seperti puluhan Spongebob yang tidak ramah.

Aku menggigit bibirku, sebuah benda tertangkap oleh mataku, dan mengantar otakku memasang adegan kecil yang membuat sudut dalam perutku tersentak.

Burung hantu. Liam.

...dan, Mikaela.

***

Jumat, 12 Agustus 2011

Sore yang Buruk

"Liam!"

Suara itu familiar, tapi aku tidak benar-benar mempercayai pendengaranku sesungguhnya. Aku menoleh, memastikan apa yang aku kira sama dengan kenyataan yang ada. Sosok itu, sosok yang sama. Sepasang mata cokelat itu, mata yang sama.

Aku merasakan kedua ujung bibirku tertarik keatas secara perlahan. "Halo Mikaela,"

"Ada waktu sebentar? Ada yang harus aku bicarakan sedikit tentang proyek yang kemarin..."

Aku melihat jam tanganku sekilas. Tidak apakah menunggu sebentar?

Otak dan pikiranku mungkin sedang tidak sinkron. Dengan refleks, cepat, aku berkata dengan yakin, "Ya, tentu saja. Kau mau membicarakannya dimana?"

***

Minggu, 19 Juni 2011

Yang Tak Terdengar

"Apa yang kamu lakukan?"
"Bukan apa-apa. Hanya ingin menemani kamu."
Aku menatapmu lama, kamu meraih kepalaku dan membiarkan aku bersandar
 di bahumu yang kokoh.
"Tidak usah kau hiraukan untuk apa aku disini, karena aku memang selalu akan ada disini,"

***


Minggu, 22 Mei 2011

Kotak Memori

Aku berlari menuju kedai kopi yang sudah sangat kukenal sambil berkali-kali melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Aku sudah terlambat 20 menit dan aku harap dia tidak kesal. Sesampainya disana aku membuka pintu kedai itu lalu mencari-cari sosok yang aku kenal.

Ya... 
Aku melihatnya.

Dia ada disana, duduk menghadap jendela kedai kopi yang penuh dengan minuman mengepul panas didepannya. Tangannya  bersedekap. Pandangannya lurus. Lalu aku baru menyadari bahwa aku menahan napas saat mataku menemukan sosoknya.

Dia menoleh, dan... 
mata kami bertemu untuk sesaat.

Aku tersenyum canggung, dan lega melihat raut mukanya yang tidak menampakkan rasa kesal atau bosan. Dengan langkah agak terburu-buru aku mendekati mejanya. Belum aku bicara sepatah katapun dia sudah menyela napasku,

"Aku--"

"Tolong jangan meminta maaf. Aku baru datang kira-kira 10 menit sebelum kedatanganmu."

Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal lalu menarik kursi yang ada dihadapanku. Sambil duduk aku tersenyum kecil. "Baiklah, itu kata-kata yang menggembirakan."

Alisnya bertaut bingung, "Maksudmu?"

"Aku akan menjadi sangat tidak enak jika seorang perempuan menungguku untuk waktu yang lama. Aku tahu kau tidak suka menunggu, kan?"

***

Jumat, 29 April 2011

Si Telinga Besar

Sepi sekali.

Sepi yang begitu lama, membuatku tidak nyaman.

Aku menatap cangkir kopiku dengan tatapan kosong. Liam masih di depanku, dia masih sabar untuk menungguku bicara. Tadi aku sudah meneleponnya untuk mengajaknya sarapan bersama, tapi sekarang... kami hanya diam. Tidak. Dia menungguku bergerak, karena sebenarnya daritadi aku hanya diam.

Aku akhirnya berusaha bicara, "Maaf, aku tidak bermaksud seperti ini, aku hanya--"

"Tidak apa-apa."

Aku mendongakkan kepalaku, menggeleng dengan putus asa. Tapi Liam mendahuluiku. Dia tersenyum menenangkan. "Kau mungkin belum siap mengatakan apa yang tengah mengganjal dikepalamu sekarang, aku mengerti. Tapi aku mohon, jangan biarkan dirimu menjadi menyedihkan seperti itu. Melihatmu seperti ini benar-benar..."

Aku memotong kata-katanya sambil berusaha tersenyum, "Aku tahu. Maaf telah mengkhawatirkanmu."

Dia kembali tersenyum. Liam menepuk pundakku pelan, menyemangati. Sambil masih tersenyum dia pun mulai bangkit dari tempat duduknya, "Hei! Kau sudah mengajakku sarapan pagi ini... Jadi kau harus bertanggung jawab dengan melayaniku makanan-makanan enak, Nona. Sejujurnya aku sangat lapar,"

"Apa aku membangunkanmu begitu pagi sampai kau tak sempat memakan apapun?"

"Kau mau tahu?" Liam menatapku serius, "aku berlari kesini saat kau meneleponku. Aku tidak menyentuh air sedikitpun. Bagaimana sarapan?"

***

Selasa, 26 April 2011

Hei!

Mulai sekarang bakal ada cerita bersambung #Karamel di blog ini. Semoga semuanya terhibur. It wasn't too hard to be read in the middle of your busy-time :p

Thanks! ☺

Minggu, 24 April 2011

Karamel.

"Kamu tidak pernah tahu kan kapan rasa itu datang?"

*