Dalam diamnya, dia merasa kacau.
Jarum jam terus bergerak, menandakan waktu yang tak berhenti. Tapi matanya belum mau terlelap. Terlalu ramai pikirannya. Suasana hatinya tak kunjung membaik. Sosok lelaki berbadan tegap memenuhi ruangan. Kakinya terus mondar-mandir, tapi tak juga membuatnya merasa tenang. Matanya berkeliling ke sekitar ruangan, seakan mencari pembenaran untuk sebuah jalan keluar. Helaan napas berkali-kali terdengar. Tapi nihil, tak ada satu pun yang bisa membuyarkan kubangan gelap di kepalanya.
"Ada sesuatu yang kamu pikirkan?"
Dia tersentak, berbalik, lalu tersenyum kikuk. Dia menggeleng.
"Aku mengagetkanmu?"
Perempuan itu bertanya langsung ke matanya, tanpa basa-basi. Kepala laki-laki itu semakin kuat menggeleng.
"Kamu payah untuk berbohong. Canggung dan rikuh. Ada yang menganggu pikiranmu. Kita punya waktu, bicaralah,"
Hanya diam yang didengarnya.
"Dan kau akan terus terjaga, dengan mulut bungkam dengan lautan pikiran dikepalamu?"
Dia memandangi perempuan itu agak ragu. Mencoba memandang arah lain selain matanya yang terus-terusan mencari jawaban. Lebih baik tidak.
Raut lawan bicaranya sedikit mengeras, merasa gemas. Sikap keras kepalanya ingin muncul, tapi dia tahu ini bukan waktu yang tepat. Perempuan itu menyelipkan rambut kebelakang telinganya, matanya memandang lantai, sambil berbalik badan,
"Aku bisa mendengarkanmu kalau kau mau. Aku ada disini. Aku mungkin tidak bisa menyelesaikan masalahmu, tapi aku bisa menampung gelisahmu." Tapi aku hanya bisa berbisik padamu. "Baiklah. Sudah malam, istirahatlah," sahutnya lebih keras.
Langkah perempuan itu semakin menjauh, suara pintu yang tertutup terdengar. Lelaki itu semakin diam, memandangi bayangan yang baru saja menghilang dari ruangan.
"Aku ingin mendengarmu. Aku frustasi untuk hanya sekedar bisa."
Ucapnya dalam kepala.
Lelaki itu mengeluarkan benda dari saku celana. Alat bantu pendengarannya. Dia tidak mau mendengar suara yang menenangkannya itu, untuk saat ini. Biar dia sendiri yang menanggung pikirannya dalam diam. Diam yang diam-diam membunuhnya pelan-pelan.