Ya, sosok itu. Sosoknya hampir sempurna, membuat hati tak henti memuji walaupun bibirku tetap terkatup dengan rapat. Dia boleh saja tak percaya, tapi sungguh, aku memujanya. Mendamba kesederhanaannya, seperti hujan yang mendamba pelanginya. Seperti titik-titik air yang menginginkan bias warna-warna indah yang terpeta diujung langit. Begitu sederhana, tapi indah tak terkira. Memori ini begitu kuat hingga aku dapat menemukannya mengalun bagai refrain dari sebuah lagu yang mengantarkan harmoni indah ke relung hati. Seandainya dia mengerti, dia bagaikan bidadari yang turun dari kerlap-kerlip kelopak bintang yang menyilaukan mata. Persis pribadinya, dan binar matanya saat ini.
“Bu… Kabar
Ibu sehat, kan?”