Kamis, 11 Juni 2015

Aku tidak hidup untuk kamu.


taken from Tumblr

"Aku tidak menuntutmu untuk hidup, aku menginginkanmu sempurna."

Bisikan itu memenuhi telinganya, membuat bulu kuduknya merinding. Sosok perempuan itu sekarang mengelilingi tubuhnya. Bisa ia rasakan wangi khas perempuan itu. Kulitnya bisa merasakan kuku perempuan itu pelan-pelan berjalan dari arah kepala menuju tengkuknya. 

"Aku sangat berharap bisa mengerti apa yang kamu pikirkan.." Kukunya berhenti disana, tepat dibelakang kepalanya. Ia menggigit bibirnya, merasakan ketakutan menjalari tubuhnya. Gelap tak menolong, tapi malah semakin membuatnya berdegup tak karuan. Saat ini ia bagaikan domba yang bertemu serigala. Tak berdaya.

Suara nafas perempuan itu begitu nyata terdengar. Sialnya ia tak bisa melihat apa yang saat ini dilakukan perempuan itu. Saat ini ia hanya bisa duduk tak bergeming di kursinya, menanti akhir. Perempuan ini pemuja kesempurnaan. Dia hidup untuk suatu aturan yang dibuatnya sendiri, yang diyakininya akan menuntunnya pada kesempurnaan yang hakiki. Seharusnya, ia pun hidup dengan cara yang sama. Cara yang sudah ditentukan. Apa daya, aturan sudah dilanggar. Sekarang, kuku-kuku itu menjalari tubuhnya seakan-akan menyobek permukaan kulitnya untuk mengoyak tubuh.

Kuku itu sekarang berhenti di pundaknya yang bertelanjang. Menusuk, dalam. Sakitnya baru terasa. Matanya melebar, giginya menggigit bibir lebih keras, tak ada jeritan, tapi hatinya sudah berteriak kesakitan.

"Sayang.. aku tidak hidup untuk seseorang yang tidak sempurna.."

Bisikannya semakin lirih ditelinga. Sakit di bahunya sekarang bukan apa-apa dibandingkan sakit yang ia rasakan di kepala. Pantas ia merasakan pening yang membuat kepalanya terasa pecah. Karena sekarang, mungkin kepalanya sudah benar-benar pecah.