Minggu, 26 September 2010

Papa itu Raja Petir

Hari itu memang tidak panas. Angin bertiup begitu kencang, sampai orang-orang pun enggan untuk membuka pintu dan jendela rumah mereka. Hari ini tidak menyenangkan. Semuanya tampak muram.

Disudut rumah itu nampak sosok kecil bermata bulat yang tampak asyik menikmati apa yang tengah dikerjakannya. Apa itu? Seorang perempuan berwajah lembut mendekati anak itu, “Ray, kamu sedang apa?”

Perempuan itu Mama-nya. Anak kecil itu menggeleng lalu berkata, “Mama jangan kesini.”

Mamanya tersenyum. Anaknya tengah bermain apa sampai dirinya tidak boleh tahu? Ah, imajinasi anak-anak memang luarbiasa, pikirnya.

“Mama jangan kesini. Nanti ada yang menangkap Mama. Mama harus pergi.”

“Siapa yang mau menangkap Mama? Ray… sudah-sudah… Raja Petir tidak akan menangkap Mama,” jawab Mamanya sambil mengedip, merasa geli.

Ray cemberut. Dia ingin Mamanya menuruti kata-katanya. Karena memang Mamanya dalam bahaya, dan dia tidak mau itu terjadi. Mata bulatnya menyusuri jendela. Dia melihat mobil sedan tengah terparkir diluar sana.

“Maaaa….” Ray kembali merengek.

“Ray, ini sudah hampir sore. Tuh lihat, Papa sudah pulang. Jangan main terus.”

Mamanya meninggalkannya, menuju ruang tamu untuk membuka pintu. Tadi terdengar ketukan pintu, dan Ray tahu itu Papanya. Ray tidak ada niatan sama sekali untuk menjumpai Papanya. Tidak saat ini. Ray tahu ada yang salah, dan dia merasa telah mencoba.







“AAAAAAAAAAAAAAA!”

Ray mendengar teriakan Mamanya. Ray menutup matanya. Papanya telah berubah menjadi orang jahat.