Kamis, 12 Maret 2015

The Theory of Everything, or it's just The True Theory of Life


Currently, loving Eddie Redmayne on this movie.

Sebelumnya saya nggak pernah tau cerita tentang Stephen Hawking ini. Waktu nonton pun saya nyempetin dulu buat nge-googling dulu tentang beliau. Pas baca di Wikipedia, saya nemu hal menarik. Hawking cerai dengan Jane dan menikah dengan mantan perawatnya, dan pada tahun sekian dia menceraikan istri keduanya itu.

Lho, saya kira ini film drama romantis yang... ya taulah ya. Modelnya 'The Notebook', 'The Vow', dan sebagainya yang punya garis besar yang sama. Ya singkatnya film mereka itu menceritakan 'bukti cinta' gitu sama pasangannya. Agak kaget juga, tapi tetep saya tonton juga akhirnya. 

Sori kalo jadinya spoiler,
tapi setelah selesai nonton saya makin suka sama film ini.



Ya, memang begitu cerita hidupnya Stephen Hawking. Nggak lucu juga saya paksa buat jadi seromantis yang saya pikirin sebelumnya, misal skripnya diganti jadi Hawking live happily ever after sama Jane. Tapi itu bukan yang sebenarnya. Itu nyatanya.

Setelah dicekoki cerita teman-teman saya yang pacaran, yang lagi asik sama gebetannya, ceritanya kakak-kakak saya selama berumah tangga... kurang lebih saya tahu kalo 'cinta-cintaan' di dunia nyata emang nggak selalu seperti itu. Dalam film, kita disuguhkan sebuah cerita yang bisa menyentil emosi sentimental kita. Dibumbui dengan sedikit harapan, mungkin. Lalu ditutup dengan penutup yang manis, atau sedih sekalian. Hasilnya ada dua opsi, kita tersenyum atau kita bisa menemukan tangan kita berkali-kali menyeka mata.

Film ini kita bisa lihat sesabar apakah si Jane ini untuk menjadi seorang istri seorang ilmuwan hebat yang butuh perhatian besar darinya, ibu dari tiga orang anak, juga ambisinya sendiri untuk tetap melanjutkan studinya. Bayangin itu semua aja saya udah pusing. Saat kamu memutuskan untuk membangun hidup dengan seseorang, kamu berharap akan ada dua tangan lainnya yang membantu kamu untuk membangun itu semua. Dan disini, kamu bakal liat Jane nggak dapetin dua tangan penuh lainnya itu. Saya nggak bilang si Hawking ini salah, apalagi bilang si Jane ini bener. Tapi ada saatnya kamu memang berhenti untuk meyakini hal itu benar untuk dilakukan, saat hal itu malah menjatuhkan kamu pelan-pelan.

Itu lho aslinya.

Tapi lagi-lagi, setiap orang punya opsinya sendiri. Seperti Jane Hawking ini. Dia tidak memunggungi apa yang dia tinggalkan, dia menghadapinya, dan mencari jalan baru. Ada juga yang tetap berjalan di jalan yang sama, mungkin dengan sedikit istirahat sebelum kembali berjalan. 

Masih kerasa manisnya walaupun akhirnya mungkin nggak sesuai ekspetasi awal. Walaupun lagi, kamu cuma bakal nemu kata 'i love you' satu kali doang pas Jane nemuin Stephen di asrama. Selebihnya, romantisnya nggak pake kata-kata. Hahahaha.

In spite of my admiration towards Jane Hawking, aktingnya Eddie Redmayne emang keren banget disini. Walaupun tetep aja ada yang meragukan kenapa Redmayne menang sebagai Best Actor, tapi menurut saya emang jempol banget. Apalagi setelah saya nonton Hawking (2004) yang aktor utamanya Benedict Cumberbatch. Bukannya dia main jelek (liat dia di Sherlock sama The Imitation Game lebih bagus soalnya), tapi disini Redmayne lebih 'gila'.

Favourite scene? When Stephen asked Jane for being his partner for a ball. 





Oh, also this one.

"Look what we made."